Sabtu, 04 Maret 2023

When the Thing You Want Just Isn't the Thing You Need (Yet)

Mengunjungi toko dan pusat perbelanjaan, bagiku, sering kali jadi pemicu dua perasaan berlainan yang biasanya tidak terlalu tampak di permukaan karena saking samarnya.

Antusias, sekaligus miris.

Kunjunganku dan mama ke toko perlengkapan alat tulis terbesar di Jatinangor tadi sore pun tak jadi pengecualian.

Jiwa kanak-kanak dalam diriku seperti dibangunkan saat melihat pernak-pernik dan perlengkapan dengan aneka fungsi dan desain. Entahlah, sebagian besar dari desain perlengkapan itu sepertinya memang dibuat dengan tujuan mengusik aesthetic needs dari para pengunjungnya. Seperti aku, contohnya.

Mamaku pasti sudah hafal, kalimat apa yang sepertinya paling sering kubisikkan kalau beliau pergi berbelanja denganku.

"Ih lucu 😍."

HAHAHA, kadang kupikir standar "lucu" versiku itu terlalu rendah, sebab sebenarnya aku bisa begitu saja menggumamkan kalimat itu saat melihat benda yang, simpel saja, berwarna ungu 😇

Tapi aku serius, ungu itu seperti punya daya tarik menggemaskan tersendiri yang bahkan walau cuma cairan pembersih lantai, kalau warna bungkusnya ungu, aku harus menahan diri untuk tidak memasukkannya ke keranjang belanja. Entah ya, apa karena aku memang suka warna itu? Sepertinya aku harus bertanya pada orang yang suka warna lain (dan punya tingkat standar 'lucu' yang sama denganku).

Meski begitu, sebenarnya tidak hanya benda-benda ungu saja, sih. Secara umum, aku memang selalu senang dengan benda-benda yang desainnya unik, elegan, atau tampak manis. Aku punya selera tersendiri soal ini, tapi kalau di tempat dengan variasi model dan jenis yang sebanyak itu, sepertinya nyaris mustahil untuk menoleh ke satu tempat dan tidak tiba-tiba tertarik dengan benda yang terpajang di sana.

Biasanya kalau sudah begitu, yang bisa mencegahku hanya ingatan akan ... apa lagi kalau bukan harga~

Tapi itu kasus secara umum sih, sebenarnya.

Kalau tadi sore, ceritanya agak lain. Saat aku sedang gamang memilih tempat pensil baru (karena sejak magang asistensi mengajar, aku perlu tempat yang lebih besar untuk menampung barang-barangku), ada satu kata yang mama sebutkan dan sampai sekarang masih belum lepas dari ingatan.

"Kebutuhan."

Iya, tadinya aku memang bimbang karena, yah seperti biasa, kombinasi model, warna, dan harga yang ada di sana tidak ada yang benar-benar memenuhi keseluruhan kriteriaku saat itu. Mama berkata begitu tadi karena aku sempat mengatakan bahwa aku mempertimbangkan tempat pensil dengan tiga ruang, sebab harganya hanya berbeda sedikit dengan yang dua ruang, tetapi model yang dua ruang itu lebih lucu.

Nah, di situ berarti prioritasku yang diuji. Mau lebih pilih yang memenuhi actual need, atau aesthetic need?

Pada akhirnya, aku memutuskan untuk menekan aesthetic need, mengambil yang satunya, tetapi dengan memilih warna yang lain (yang sebenarnya sama dengan yang lebih lucu tadi itu, cuma ada satu ornamen yang tidak ada saja).

Sebenarnya situasi tersebut memang bukan pertama kalinya terjadi, tetapi kali itu aku baru benar-benar menyadari apa maksudnya "kebutuhan". Mungkin kalau direnungkan secara rasional, dua hal tersebut kan sebenarnya representasi dari "logika vs. perasaan" (aku tiba-tiba jadi teringat materi soal id, ego, dan superego dua tahun lalu).

Tidak semua kondisi bisa memiliki win-win solution, kan? Atau setidaknya, otak manusia tidak selalu bisa menemukan solusi tersebut jika memang ada, apalagi kalau dikejar waktu atau urgensi lainnya.

Pada akhirnya, yang akan diandalkan adalah decision making alamiah dari orang yang bersangkutan.

Yeah, I just realized that perhaps people do have natural standards to respond to their surroundings. Yap, kembali lagi pada konsep karakteristik pada diri individu :D

Orang yang sudah lebih berpengalaman mungkin akan selalu bisa berusaha menyesuaikan standar alamiah itu dengan kondisi yang terjadi. Sama saja sih, dengan konsep prioritas kebutuhan, tetapi kalau dalam konteks yang lebih luas, perbedaannya bisa jadi hanya pada alasan yang melandari prioritas tersebut saja.

Sepertinya kalau direnungkan baik-baik, perihal ini tuh tricky. Pengambilan keputusan kan sebenarnya adalah hal krusial dalam hidup manusia, kayak ... bisa dibilang seluruh tindakan kita itu terjadi karena keputusan kita sendiri, meski terkadang ada pula keterlibatan dari orang lain dalam batas tertentu.

Bagaimana memastikan bahwa pada setiap situasi, kita bisa selalu memutuskan dengan tepat prioritas mana yang harus kita ambil?

Apalagi kalau urusannya itu berupa diskrepansi antara hal yang diinginkan (oleh diri pribadi, misalnya) dengan hal yang secara rasional sebenarnya cukup memenuhi kebutuhan utama.

Ya ... kadang hanya tinggal berupa sepatah kalimat. Tetapi perlu ada keyakinan, kekuatan, dan kadang upaya berperang dengan ego diri sendiri dulu yang harus ditaklukkan untuk benar-benar mengucapkan kalimat tersebut.

Alangkah senangnya ya sepertinya, kalau antara hal yang diinginkan dengan yang dibutuhkan atau seharusnya dilakukan itu selalu sejalan.

Yea ... but in the end, this is just a worldly life, dan saat namanya sedang hidup di dunia, nyatanya kita memang enggak akan selalu bisa mendapatkan apa yang kita inginkan, kan? :')

[3.1#2023]

Selasa, 27 Desember 2022

[Rewinding 2022] Episode #1B: About Being A Third-Year College Student

 📸 Semester 5

Dari masa ke masa, semester 5 itu sepertinya sangat sering disebut-sebut sebagai semester yang berat. Karena itulah aku beberapa kali bertanya-tanya akan seperti apa semester 5 kali ini dengan kurikulum yang baru, dengan angkatanku yang menjadi "kelinci percobaan" (untuk kesekian kalinya).

Yang jelas, kurikulum baru ini membuat semua mata kuliah wajib selain Penyusunan Proposal Penelitian, KKN, dan Skripsi, sudah dituntaskan di empat semester pertama. Tidak ada lagi beban mata kuliah praktikum atau segala macam prospek yang dulu jadi beban semester 5 karena semuanya sudah kami selesaikan.

Jujur, kadang aku tidak tahu apakah itu ironi atau bukan. 🙂

Yang jelas, semester ini memang tidak seperti semester-semester sebelumnya. Banyak di antara anak angkatanku yang mengambil jalur program MBKM terlebih dahulu, menyebar ke luar kota, bahkan sampai ke luar negeri. Sebagian besarnya, termasuk aku, memilih stay untuk mengambil mata kuliah pilihan dulu—meskipun ada pula yang mata kuliah pilihannya lintas prodi, bahkan lintas univ.

Bagiku sendiri, jauh sebelum semester 5 ini tiba, sebenarnya aku sempat sangat takut. Aku tahu, mata kuliah pilihan itu punya kuota tersendiri, tidak seperti mata kuliah wajib. Berbagai cerita dari kakak tingkat tentang proses war dalam pengisian KRS mata kuliah pilihan ini menambah ketakutanku. Kalau tidak salah, dari semester 3 :)

Sejak sebelum kuliah, salah satu ketakutan terbesarku adalah "terjebak" dalam suatu kelas yang benar-benar bukan pilihanku dan tidak sesuai dengan kemampuanku. Kalau dulu kekhawatiranku adalah soal prodi, kemarin adalah soal mata kuliah. Aku sudah tahu daftar prospek mata kuliah pilihannya, dan aku sudah menemukan juga mana yang tidak kuminati. 😂 Aku tidak tahu mana yang lebih kutakutkan waktu itu: tidak mendapatkan mata kuliah yang kuinginkan, atau "terlempar" ke mata kuliah yang tidak kuinginkan.

Complicated. Ketakutan itu juga yang jadi penyebab aku sempat sangat benci bahasan mengenai masa depan setelah semester 4 usai, sampai benar-benar merasa tertekan dengan urusan satu itu.

Kurikulum baru ini kurasa memang mempercepat "life choice crisis" mahasiswa, ketika jadi harus memikirkan pilihan untuk masa depan jauh lebih awal dibanding angkatan-angkatan sebelumnya, yang mungkin baru akan bersinggungan dengan hal tersebut secara resmi setelah menyelesaikan skripsi. Aku sendiri, sebenarnya tahu arah minat dan kemampuanku, tetapi kegamangan, keresahan, dan rasa ketidakpastian tentang pilihan-pilihan ini bukan berarti jadi tak kualami.

Waktu masa pengisian KRS semester 5 (yang benar-benar membuatku gelisah sekian lama)yang sebenarnya sudah kuduga tidak akan semulus itutiba, ternyata benar-benar berujung chaos dan menghasilkan badai frustrasi yang sepertinya seketika melanda semua orang. Yea, war kuota benar-benar terjadi. Diperparah dengan waktu pembukaan KRS yang tidak sesuai ekspektasi kami semua. Alhasil, hanya yang beruntung sedang mengeceknya, yang mendapat kabar dari yang mengecek, dan yang sinyalnya mendukung saja yang berhasil men-tag matkul incaran masing-masing—yang umumnya jadi incaran mayoritas penghuni angkatan juga :")

To be honest, hari-hari itu, yang terjadi di sekitar minggu kedua-ketiga Agustus, jadi salah satu rangkaian momen paling kelam bagiku sepanjang sejarah perkuliahan. Thank God, waktu itu pilihanku memang aman. Rasa takutku yang berkaitan dengan pilihanku sendiri bisa dibilang tidak terjadi, atau setidaknya masih cukup bisa ditoleransi. Tapi keresahanku justru berlipat ganda setelahnya. Melihat teman-temanku sendiri yang tidak sempat kebagian kuota.

Aku jadi tidak bisa merasa senang lagi dengan pilihan-pilihanku yang sudah aman, tergantikan rasa tidak enak. Well, sebenarnya hal ini mungkin harusnya "wajar", it's part of "life", tapi tetep aja ya ... aku tetap tidak bisa tenang setelahnya.

Oke, fast forward, intinya sebenarnya semua drama KRS itu berakhir baik karena dosen-dosen matkul terkait akhirnya menambah kuota sehingga akhirnya semuanya kebagian. Tapi yaa behind the scene sebelum itu memang sempat lumayan berat dan meresahkan deh, beneran. Aku aja senewen sendiri, entah gimana perasaan teman-temanku yang waktu itu belum kebagian, dan ketua angkatan yang harus mengurusi semua kekusutan yang terjadi 🥲

Long story short, seperti yang sudah kutuliskan sebelumnya, di semester 5 ini 100% mata kuliah yang diambil adalah mata kuliah pilihan, kecuali bagi yang mengambil mata kuliah mengulang. Seperti aku.

Ya, aku mengambil lagi salah satu mata kuliah semester 3 yang nilainya harus kuperbaiki. Psikometri. Alhamdulillah-nya sih, SKS-nya tidak terlalu besar, jadi aku masih bisa cukup leluasa mengambil matkul pilihan lain yang kuinginkan.

Selain Psikometri dan juga KKN, aku mengambil delapan matkul pilihan. Semuanya masih di area yang memang cukup menarik minatku, jadi secara materi, aku bisa cukup menikmati prosesnya. Yaa kecuali salah satu, yang akhirnya kulepas melalui PKRS dan kutukar dengan matkul lain yang jadwalnya sama. Ada dua alasan waktu itu yang membuatku melepasnya: satu karena aku memang merasa sangat asing dan senewen bahkan di pertemuan pertamanya, dua karena ada tanggal penting yang bentrok dengan opening event yang kuketuai 🙏🏻

HAHAHA, yang itu sebenarnya aku merasa agak bersalah juga karena seharusnya kan matkul > event yaa, tapi kebetulan materinya sendiri juga sangat bukan aku banget setelah menelusuri silabusnya, so yes, begitu ada kesempatan pindah, aku langsung mengambilnya tanpa pikir panjang lagi.

Di luar itu, matkul lainnya secara umum memberikan banyak pengalaman baru, meski suka-duka dan peliknya juga sangat banyak.

Hari Senin jadi hari paling padat bagiku karena aku mengambil tiga matkul: Personal Strengths for Personal Development, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, dan Psikolinguistik Perkembangan.

PSPD sebenarnya bisa dibilang matkul paling santai, paling positif, dan sangat self-improvement vibes, enggak terlalu membebani, malahan aku dapat banyak sarana refleksi diri dari matkul ini. Psipen ABK, yang paling menarik mungkin karena matkul ini dua kali membuat kami harus berkomunikasi secara langsung dengan orang-orang yang terlibat dengan pendidikan ABK, malah ada pula yang harus dengan ABK-nya langsung.

O ya, sistem perkuliahan semester 5 ini mayoritas full daring, khususnya pada matkul-matkul yang kuambil, tetapi kami bisa melaksanakan tugas secara luring, dan beberapa UAS-nya juga ada yang dilaksanakan secara luring.

Jadi, itu juga yang kelompokku lakukan ketika harus mengambil data untuk matkul Psipen ABK ini. Sekali waktu memang masih lewat Zoom, tapi kemudian kami mendatangi langsung sebuah SLB untuk pengambilan data itu. Satu pengalaman yang sangat menyentuh hati, jujur.

Nah, untuk Psikolinguistik Perkembangan ... kayaknya ini matkul yang personally paling menghadirkan drama buatku. 😂 Matkul ini juga memberikan tugas mengambil data, dan untuk yang ini kami harus mendatangi langsung beberapa TK untuk menemui siswa-siswanya secara langsung.

Petualangan mendatangi TK-TK ini dramatis banget sih, kalau buatku pribadi. Dari mulai terlambat, salah memahami prosedur yang membuatku harus kembali dulu ke Fapsi dari TK-nya (lalu kembali lagi ke TK itu karena ingin memanfaatkan waktu biar enggak potek banget), kehilangan uang, nyasar, jalan kaki sekian kilometer ... well memang enggak terlalu major, tapi bagiku yang baru kali itu menjelajahi dunia luar setelah sekian lama kuliah daring, those were such the experiences.

Setelah itu, untuk proyek UAS lain lagi. Drama-drama baru yang masih berhubungan dengan mobilitas dan teknis, tapi sangat menguras deh pokoknya.

Apakah aku jadi benci matkulnya?

Nah, ini justru uniknya. Aku sama sekali enggak jadi benci matkulnya, WKWKWK. Yaa karena walau bagaimanapun, ini "psiko-linguistik". Kombinasi dari dua hal yang menurutku sangat menarik, terlebih aspek bahasanya memang benar-benar terasa dari setiap proses pengambilan data dan juga pembuatan proyek UAS kelompokku yang berupa produk games super seru dan dipresentasikan melalui pameran poster secara luring. So it was really fun, I do still love this study.

Move forward, adalah matkul Psikometri di hari Rabu karena tidak ada matkul pilihanku yang mengambil jadwal Selasa untuk pertemuan reguler semester ini.

Gimana rasanya mengambil kelas mengulang?

Hmmm ... yang jelas, yang paling terasa itu kesepian :D

Yaa karena tahun sebelumnya aku punya teman yang bisa ditanya, yang terasa "ada" bareng-bareng di sana di setiap pertemuan. Di kelas mengulang, meski aku kenal banyak adik tingkat, aku tetap cenderung sendirian. Materinya sendiri sebenarnya sama saja, meskipun memang ada beberapa metode yang berbeda dibanding tahun sebelumnya dan beberapa kali bikin aku culture shock sekaligus stres karena materinya sendiri memang masih tetap sulit kupahami. :")

Rabu sore saat kelas itu usai selalu jadi momen kelegaan hebat bagiku, yaa karena akhirnya masih seminggu lagi sampai bertemu dengan matkul satu itu lagi. 😇

Hasilnya sendiri, aku belum tahu, tapi yang aku tahu adalah prosesnya tidak mudah bagiku, dan akan lebih menyenangkan kalau urusan dengan materi tersebut cukup sampai di situ dulu saja. :") Sebenarnya materinya tuh menarik, tapi karena sejak dulu aku memang sangat lemah di materi yang berhubungan dengan rumus-rumus semacam itu, yaa gimana....

Selanjutnya, hari Kamis, adalah matkul Parenting 101. Sesuai namanya sih, matkul ini benar-benar mengupas segala hal soal parenting. Ada banyak momen kontemplasi dan juga insight menarik selama pembelajarannya, meskipun bagiku sendiri bakal lumayan challenging kalau misal diturunkan jadi topik skripsiku. :") Tapi secara pengetahuan dan engagement di kelas, bagiku matkul ini cukup setara dengan PSPD deh pokoknya.

Hari Jumat, sebenarnya hanya ada dua matkul. Psikologi Religiusitas Islam dan Aplikasi Psikologi Perkembangan (matkul yang kuambil di PKRS menggantikan matkul sebelumnya). Tapi selama bulan September, ada satu matkul spesial yang mengambil waktu di hari Jumat juga selama tiga-empat minggu untuk kemudian ada sesi kuliah istimewa yang diadakan secara luring selama lima hari berturut-turut bersama dosen yang diundang dari Belanda. Interpersonal Relationship.

Such an intriguing title, isn't it?

Matkul ini kayaknya jadi salah satu matkul paling berkesan bagiku selain Mettes. Bagaimana tidak? Pengalaman kuliah luringnya sendiri sudah jadi momen-momen yang seru, dengan metode pengajaran yang terasa unik dengan banyak kesempatan istirahat sehingga bisa lebih bisa mempertahankan fokus, lecturing yang full bahasa Inggris, penyampaian yang sangat menarik, dan bahasan yang sangat relatable dan juga mindblowing (yang hampir semuanya meng-highlight romantic relationship :)). Mungkin yang terasa agak challenging itu ketika melaksanakan tugasnya setiap selesai kelas, tapi kelompokku sendiri waktu itu juga benar-benar seru sehingga I don't really have something to be complained of.

Output akhir dari rangkaian pertemuan luring pada matkul ini adalah pameran poster. Ini juga jadi momen yang cukup seru, pengalaman baru deh pokoknya—meskipun belakangan dua matkul lain juga mengadakan pameran serupa untuk UAS-nya.

Seru deh pokoknya 

Nah, dua matkul Jumat lainnya, Psikologi Religiusitas Islam dan Aplikasi Psikologi Perkembangan, punya kesan yang beda lagi. PRI bisa dibilang salah satu matkul paling santai secara materi dan tugas, selain PSPD dan Parenting, banyak memberikan insight-insight menarik juga tentang aspek psikologis yang ditinjau berdasarkan Al-Qur'an.

Kalau APP, nah .... Hehe. Mungkin ini bisa dibilang matkul yang paling menguras versiku semester ini, selain Psikometri. Tidak sedramatis Psikolinguistik meskipun output akhirnya sebenarnya 11-12, tapi challenge-nya lumayan juga. Overall untuk matkul ini, I'm glad it's over, though.

O ya, mungkin yang jadi agak spesial dari matkul ini adalah karena waktu UAS-nya sebenarnya aku sedang demam, tapi aku tetap ikut karena boneka yang jadi prototipe produk kami ada di aku, dan juga karena agak enggak enak juga kalau matkul yang proses pelaksanaannya sangat naik-turun ini justru aku malah enggak ikut UAS-nya. So yes, aku hadir, meskipun memang ada momen nge-drop-nya dulu, tapi lumayan jadi penutup yang manis untuk matkul APP. ^^

Bersama puppet maskot kelompok kami! :D

Matkul pilihan terakhir yang kuambil semester ini tuh Pain Perception and Treatment, alias matkul yang paling sedikit jadi diambil mahasiswa dari angkatanku. Sebenarnya harus kuakui, matkul ini memang terlalu banyak "unik"-nya, bahkan waktu pelaksanaannya saja sudah unik—di rentang masa semester 6. Matkul ini berkolaborasi dengan salah satu universitas di Belanda, jadi aku tahu pasti pelaksanaannya pasti "tidak biasa". Tapi karena ini baru akan mulai di tahun depan, well, we'll see! :)

Last but not least, KKN. Sebenarnya ini juga belum dimulai, tapi sudah ada beberapa persiapan yang sudah dijalankan sejak beberapa waktu lalu. Ah ya, pemilihan topik KKN ini juga jadi drama kedua yang berhubungan dengan war semester ini, tapi tidak seintens KRS meskipun tetap cukup menegangkan. Aku sempat sangat senewen memilih topik karena momennya juga lumayan perlu waktu cepat untuk memilih, sampai akhirnya aku menentukan sejumlah urutan prioritas. Yap, urusan lokasi, topik, dan DPL yang didiskusikan dengan orang tuaku jadi kombinasi pertimbangan pilihanku waktu itu.

Singkatnya, setelah proses pengisian, ternyata aku diterima di pilihan keempat. Dan aku anak psikologi sendiri, dengan teman sekelompok yang tak ada satu pun yang pernah kukenal. Awalnya aku biasa saja karena katanya kuota mahasiswa prodi psikologi di tiap topik itu hanya satu, sampai tahu bahwa ternyata teman-temanku ada yang berdua, bahkan sampai berempat di satu topik. Sempat ada syok dikit sebenarnya soal ini, tapi in the end yaa jalani saja :D

Satu hal yang kusyukuri banget sejauh ini, we got a really kind lecturer. Sejauh ini memang belum terbayang nantinya akan seperti apa, tapi yang jelas akademik 2023-ku sepertinya akan diawali dengan ini, jadi sama dengan Pain Perception, we'll see! ^^

=======

Overall, di semester 5 kemarin, aku jadi sadar, kata-kata kakak tingkat tentang semester 5 itu masih tetap ada benarnya meski dalam kurikulum baru. Meski tantangannya berbeda, tapi ada satu hal yang sepertinya sama. Kelelahan, kejenuhan, dan bahkan mungkin rasa muak terhadap rutinitas ini mulai mewarnai hari-hari kami.

Memang, bebannya tidak seperti semester 3 dan 4 yang sangat menuntut kami untuk mengerjakan begitu banyak hal yang kompleks. Bagiku bahkan semester 5 ini secara umum tugas akhirnya itu-itu saja, meskipun bisa dibilang hampir semuanya proyek, bukan ujian tertulis. Tapi justru karena itulah lelahnya jadi seolah berlipat ganda.

I guess ... that's the thing about being a third-year college student in the end. Not necessarily about what we face, but it's about what we've been through before, and how it impacts our mental states later on.

Terlepas dari itu, dengan menyelesaikan semester 5, artinya aku dan teman-teman seangkatanku sudah menyelesaikan paruh pertama dari tahun ketiga kami di perkuliahan. Well ... time really flies. :")

Secara umum, matkul-matkul utama berarti sudah usai juga kulewati, kecuali beberapa lagi di tiga semester yang akan datang. Di tahun 2023, yang harus kuhadapi sepertinya bukan lagi deadline tugas, lecturing di kelas, dan rutinitas akademik lainnya.

There would be something else yang aku belum tahu apa, tapi jelas sesuatu yang baru, insya Allah. ✨