Minggu, 01 November 2020

"Please Don't Expect Anything from Me"

 Beranggapan sesuatu tentang orang lain itu ... wajar enggak, sih?

"Kamu aja, 'kan kamu pinter."
"Kamu pasti udah selesai 'kan, tugasnya? Kamu 'kan rajin banget."
"Ah, kalau dia sih, pasti nilainya bagus. Dia 'kan aktif banget di kelas."

Pernah dengar kata-kata seperti ini? Atau malah ... kau pernah mengalaminya sendiri? Gimana perasaanmu waktu mendengarnya?

Dilihat sekilas ataupun dibaca per huruf dan tanda baca, kalimat-kalimat itu memang terasa manis, menyenangkan saat didengar atau dibaca. Ada perasaan kayak ... "Ah, dia sadar ya, kalau aku aktif di kelas." "Ya ampun, mereka kok bisa tahu, ya, kalau aku suka ngerjain tugas di awal waktu?"

Kayak ada yang akhirnya tahu potensi kita, tahu kelebihan kita. Kayak ada balon-balon kebahagiaan yang membesar memenuhi dada, ya 'kan? Apalagi kalau yang bilang gitu tuh, orang yang setiap tindakannya punya dampak istimewa ke hati kita. BOOM! Bukan membesar lagi kayaknya, auto meledak malahan. Terpencar ke segala penjuru, bikin jantung ikutan semangat memompa dan suhu di muka mendadak rasanya kayak bertambah berbarengan dengan sudut-sudut bibir melengkung naik....

Dududu~ .... Oke, lanjut.

Biasanya, kalimat-kalimat seperti itu bisa bikin kita jadi semangat, enggak, sih? Seperti yang kubilang tadi, ada perasaan being valued by others yang bikin kita makin antusias untuk tetap menjadi pintar, rajin, aktif, baik, dan sebagainya. Aku pernah mengalaminya juga, itu sebabnya aku bisa bilang begitu. :)

Tetapi ... bahkan hal yang oleh seluruh dunia dianggap baik saja bisa jadi suatu hari berbalik 180°, bukan?

Oh, ya, tentu saja itu tergantung sudut pandang setiap orang, pengalaman dan perasaannya yang akan memengaruhi persepsinya terhadap hal ini. Kau bisa bagikan pendapat atau sudut pandangmu di kolom komentar, ya. Di sini, aku ingin menyampaikan pendapatku yang mungkin berbeda dari kalian, jadi kalau kalian mau sharing bisa bangett.

Enggak jarang aku merasa bahwa kalimat-kalimat seperti ini cenderung menjurus pada ekspektasi orang-orang terhadap kita, berdasarkan apa yang mereka lihat dan dengar dari setiap tindakan kita. Pada satu waktu mereka melihat kita mendapat nilai A untuk satu mata pelajaran atau kuliah. Persepsi orang-orang yang positive thinking biasanya langsung: "Wah, dia pinter, ya."

Apalagi kalau beberapa kali di pelajaran yang berbeda. Makin yakinlah mereka bahwa kita itu "pintar". Apa yang mungkin terjadi kemudian? Everytime, everywhere, kalau ada urusannya dengan pelajaran, mereka akan dengan cerianya menyinggung soal kepintaran kita dan bahwa kita tidak pernah gagal mendapat nilai tinggi.

Lalu?

Berikutnya tergantung kita tipe orang yang bagaimana. Apakah jadi termotivasi untuk terus mempertahankan persepsi mereka bahwa kita ini "pintar" tadi? Ataukah ... malah merasa terbebani karena seolah harus mempertahankan agar anggapan-anggapan itu terus menyala?

Kalau kau pernah atau sedang merasakannya, aku cuma mau bilang, I feel you. Aku pernah merasakan beratnya berusaha menjadi yang terbaik hanya agar citra diri yang sudah terlihat selama ini tidak gugur. Jaga image everytime everywhere. Ah ya, aku baru sadar kalau ini memang sudah familier terdengar sebetulnya.

Aku enggak akan membahas contoh-contohnya lebih lanjut, tetapi aku cuma ingin menekankan bahwa ... ekspektasi orang itu enggak pernah mudah.

Mau masa bodoh saja? Abaikan saja, karena semua itu di luar kendali kita? Terus terang, meskipun aku senang mempraktikkan Filosofi Teras dalam beberapa kasus sejenis, dalam hal ini aku pengin banget teriak, "Gampang ngomong doang!"

Haha, bukan aku banget. :)

Ngomongin soal citra diri dan ekspektasi orang itu sulit untuk menemukan ujungnya, sih, memang. Mau ceramah tentang "enggak usah pedulikan omongan orang", "yang penting jadi diri sendiri" .... Yah, dengan tidak mengurangi rasa hormat dan kagumku pada kalian yang sudah biasa menganut dan mengamalkan prinsip-prinsip ini, aku sendiri cenderung memilih untuk tidak mengatakannya saat menghibur orang yang mengalami hal ini.

Mungkin itu sebabnya aku tahu bahwa aku akan jadi yang paling bingung kalau dicurhatin masalah beginian. Entahlah apakah pernah terjadi secara langsung, tetapi aku sering mendengar dan melihat orang lain mengatakannya. Aku tidak tahu apakah nasihat itu bisa efektif pada mereka, tetapi aku salut kalau mereka atau kau bisa, karena aku sangat tahu kalau itu enggak mudah. :)

Jadi, gimana? Well, bahasan ini belum selesai sebenarnya, tetapi untuk sementara aku ingin menyimpulkan sedikit saja, bahwa ... ekspektasi dari orang lain itu memang sesuatu yang enggak bisa kita hindari. Namun, di saat bersamaan, mengendalikan diri kita sendiri agar mampu mengabaikan semua itu (jika kita terganggu akan suara-suara itu) pun sangat tidak gampang. Menghindar sepenuhnya? Kalau mau begitu, sepertinya kita harus pindah ke Antartika untuk berteman dengan penguin saja.

Aku sendiri belum tahu apa solusi terbaik menghadapi kenyataan bahwa ekspektasi itu akan selalu ada. Mengatakan atau mengakui bahwa diri kita sebenarnya tidak sempurna itu sering kali menakutkan karena kita khawatir orang-orang malah akan menjauh. Enggak apa-apa. Wajar, kok, merasakan itu.

Risiko yang enggak semua orang berani ambil karena hidup ini enggak bisa Ctrl-Z. When something has happened, it means it has happened.

Ya ... mungkin kita cuma perlu beradaptasi. Membiasakan atau menguatkan diri menghadapi risiko seandainya kita memilih mengambil risiko. Juga membiasakan seandainya kita memilih membiarkan suara-suara yang tak bisa kita kendalikan terus berkicau. Itu masalah pilihan dan kekuatan setiap orang.

Jadi, dalam hal itu, aku kembalikan keputusannya padamu. Semoga apa pun itu, kau bisa bertahan dan tetap bahagia, ya. Stay safe and healthy, please, not only for yourself, but for thousands of people in this country, okay? :)